Edisi : 07 Mei 2011
Tiada keberuntngan yang sangat besar dalam hidup ini., kecuali orang yang tidak memiliki sandaran, selain bersandar kepada Allah. Dengan meyakini bahwa memang Allah-lah yang menguasai segala-galanya: mutlah, tidak ada satu celah pun yang luput dari kekuasaan Allah, tidak ada satu noktah sekecil apapun yang luput dari genggaman Allah. Total, sempurna, segala-galanya Allah yang membuat, Allah yang mengurus, Allah yang menguasai.
Adapun kita manusia diberi kebebasan untuk memilih, “Faalhamaha fujuraha wataqwaaha”, “Dan sudah diilhamkan dihati manusia untuk memilih mana kebaikan dan mana keburukan”.
Potensi baik dan potensi buruk telah diberikan, kita tinggal memilih mana yang akan kita kembangkan dalam hidup ini. Oleh karna itu, jangan salahkan siapapun andaikata kita termasuk berkelakuan buruk dan terpurukn, kecuali dirinyalah yang menjadi buruk, na’udzubillah.
Sedangkan keberuntungan bagi orang-orang yang bersandarnya kepada Allah mengakibatkan dunia ini atau siapapun terlampau kecil untuk menjadi sandaran baginya. Sebab seorang yang yang bersandar pada sebuah tiang akan sangat takut tiangnya di ambil, karena dia akan terguling, akan terjatuh. Bersandar kepada sebuah kursi, takut kursinnya diambil. Begitulah orang-orang yang panic dalam kehidupan ini, karna dia bersandar kepada kedudukannya, kepada hartanya, kepada penghasilannya, kepada kekuatan fisiknya, kepada depositonya, atau sandaran-sandaran yang lain. Padahal semua yang kita sandari sangat mudah bagi Allah mengambil apa saja yang kita sandari. Namun, andaikata kita hanya bersandar kepada Allah yang menguasai setiap kejadian, “laa khaufun ‘alaihim walahum yahzanun”, kita tak akan pernah panic, insya Allah !!.
Jabatan di ambil, tak masalah, karna jaminan dari Allah tidak tergantung jabatan, kedudukan dikantor, di kampus, tapi kedudukan itu malah mempermudah diri kita, bahkan tidak jarang menjerumuskan dan menghinakan kita. Kita lihat banyak orang terpuruk hina karena jabatanya. Maka, kalau kita tergantung pada kedudukan atau jabatan, kita akan takut kehilangannya. Akibatnya, kita akan berusaha mati-matian untuk mengamankannya dan terkadang sikap kita jadi jauh dari kearifan. Tapi bagi orang yang bersandar kepada Allah dengan ikhlas, ya silahkan… ‘buat apa bagi saya jabatan, kalau jabatan itu tidak mendekatkan kepada Allah, tidak membuat saya terhormat dalam pandangan Allah ?’ tidak apa-apa jabatan kita kecil dalam pandangan manusia, tetapi besar dalam pandangan Allah karna kita dapat mempertanggungjawabkannya. Tidak apa-apa kita tidak mendapat pujian, penghormatan dari makhluk, tapi mendapat penghormatan yang besar dari Allah SWT. Percayalah walaupun kita punya gaji 10 juta, tidak sulit bagi Allah sehingga kita punya kebutuhan 12 juta. Kita punya gaji 15 juta, tapi oleh Allah diberi penyakit seharga 16 juta, sudah tekor itu.
Oleh karna itu, jangan bersandar kepada gaji atau pula bersandar kepada tabungan. Punya tabungan uang, mudah bagi Allah untuk mengambilnya. Cukup saja dibuat urusan sehingga kita harus mengganti dan lebih besar dari tabungan kita. Demi Allah tidak ada yang harus kita gantungin selain hanya Allah saja. Punya bapak seorang pejabat, punya kekuasaan, mudah bagi Allah untuk memberikan penyakit yang membuat bapak kita tidak bisa melakukan apapun, sehingga jabatannya harus segera digantikan.
Punya suami gagah perkasa. Begitu kokohnya, lalu si istri merasa aman dengan bersandar kepadanya, apa sulitnya bagi Allah membuat sang suami muntaber, akan sangat sulit berkelahi atau beladiri dalam keadaan muntaber. Atau Allah mengirimkan nyamuk Aides Aigipty betina, lalu menggitnya sehingga terjangkit demam berdarah, makalemahlah dirinya.
Jangankan untuk membela orang lain, membela dirinya sendiri saja sudah sulit, walaupun ia seorang jago beladiri karate.
Otak cerdas, tidak layak membuat kita bergantung pada otak kita. Cukup dengan kepleset menginjak kulit pisang kemudian terjatuh dengan kepala bagian belakang membentur tembok, bisa geger otak, koma bahkan meninggal.
Semakin kita bergantung pada sesuatu, semakin diperbudak. Oleh karna itu, para istri jangan terlalu bergantung pada suami. Karna suami bukanlah pemberi rizki, suami haya salah satu jalan rizki dari Allah, suami setiap saat bisa tidak berdaya, suami pergi ke kantor, maka hendaknya istri menitipkannya kepada Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar